Dari Kami yang Enggan Untuk Bercerita


Gambar wallpaper cewek pendiem



"Lalu kepada siapa layaknya mereka bercerita, Orang tua? Teman? Guru? Kekasih? Atau bahkan kepada benda mati?"

Setiap manusia memiliki luka. Mereka menyembunyikannya dibalik senyum yang mencapai mata atau di balik tulisan yang jarang dibaca. Ada yang memilih membuka dengan bercerita dan ada yang memilih memendam segala remuk dan redam di dalam dada.

Bercerita tentang luka yang mereka alami, terkadang tidak memberikan solusi dan bahkan menimbulkan masalah baru. Akan ada perasaan takut bagi seseorang untuk bercerita, ketakutan yang mungkin sebenarnya mereka sendiri yang membuatnya atau bahkan ketakutan akan tanggapan dari lingkungan sekitarnya.

Sebenarnya manusia hanya menginginkan untuk berlabu, hanya sekedar untuk didengar dan tak membutuhkan tanggapan apapun. Mereka hanya menginginkan anggapan bahwa mereka tidak sekuat itu untuk menompang kejamnya dunia ini, namun mereka tak ingin direndahkan hanya karena menceritakan masalahnya.

Lalu kepada siapa layaknya mereka bercerita, Orang tua? Teman? Guru? Kekasih? Atau bahkan kepada benda mati?

Mungkin jika mereka membuka dirinya kepada orang tua mereka atau kepada guru mereka, bahwa mereka depresi. Apa tanggapan orang tua dan guru mereka? Apakah langsung menceramahinya bahwa ia kurang beribadah? Ataukah merengkuhnya dan mengakatan bahwa semunya akan baik-baik saja.
Saat ini aku yakin, sebagian orang tua yang ada di muka bumi ini tak tahu dengan baik segala hal tentang anaknya. Apakah para orang tua mampu menebak apa yang ada di kepala anaknya? Apakah mereka tahu arti tatapan mata anaknya? Penuh binar, ingin menceritakan hari yang ia jalani, ataukah mereka berlalu, tak menghiraukan, dan matanya tak sanggup bertemu?

Jika orang tua dan guru mereka tak memahami mereka sedikitpun, kemana mereka akan pergi? Kepada temannya? Atau kekasihnya?

Saat ini, aku pula begitu meyakini bahwa banyak remaja yang lebih menyukai bercerita dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orang tua ataupun guru mereka. Namun, ada hal yang membuatnya trauma, yaitu lagi dan lagi tentang tanggapan mereka. Mulai dari menghakimi hingga membandingkan luka yang mereka miliki.

Untuk orang tua, sesekali minta anakmu untuk bercerita atau bertanya tentang apa yang mereka lakukan hari ini. Jadi teman yang baik untuk anakmu, tempat yang bisa mereka percaya untuk berbagi segala keluh dan kesah. Bukan menjadi orang tua yang menuntut ini dan itu.

Dan untuk remaja yang merasa dirinya dewasa, merasa dirinya mampu mendengar kegelisahan temannya, merasa dirinya mampu dipercaya dan merasa dirinya mampu menanggung luka temannya. Perhatikan baik-baik segala tindakan dan perkataanmu, jangan membuatnya semakin terpuruk dan menderita.

Baca Juga : Aku Sang Pembunuh

Maka ketika mereka yang sedang menderita datang dan bercerita, sambutlah dengan suka cita dan kehangatan tiada tara. Tanpa membandingkan, tanpa menghakimi, dan tanpa meremehkan. Tiap individu memiliki batas kekuatan mereka menahan luka, kau pun begitu.

Karena luka memiliki banyak wajah. Luka memiliki banyak cerita. Tetapi luka tak pantas untuk dibandingkan. Sebab mereka datang kepada individu yang memiliki keistimewaan masing-masing. Mereka ada, di balik dada tiap-tiap manusia.

Jadilah pribadi yang terbuka, siap menerima cerita orang-orang yang menderita, putus asa, dan berduka. Jadilah pribadi yang senantiasa menguatkan dan mendoakan, bukan meremehkan atau membandingkan.

By. Kara

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel