Insomnia, Malam, dan Pikiranku

Dini hari, saat mata sudah tak mampu lagi untuk terpejam. Saat manik ini tak mampu lagi menahan kesedihannya. Saat tubuh dan perasaan ini telah nyaman, tetapi telapak tangan ini selalu lembab. Dan ini adalah kekangan yang membebaskanku tetapi aku tak mampu untuk melarikan diri.
Sad boy

Baca Juga : Ketakutan Tersembunyi Setiap Nadi Manusia 

Insomnia?! Adalah hal yang menyiksaku saat ini. Aku tak tahu, sudah berapa lama sejak aku bisa tidur dengan nyenyak. Mataku terlelap namun telingaku setengah tertutup. Walau terkadang saat tubuh ini kehilangan energi begitu banyak, membuat ku ingin melepaskan diri dalam tidur.

Insomnia?! Adalah hal yang membuatku tak mampu melihat setengah dunia. Dan membuatku bertanya apakah hidupku hanya setengah dari seluruhnya? Karena aku yakin, bahwa dunia ini lebih gelap dibandingkan gelapnya malam.

Dengan gelapnya malam, aku berpengang erat lalu berlari sangat jauh. Bukan karena ada mimpi yang ingin aku kejar. Melainkan harus bersembunyi dari mimpi buruk yang ada di sekitarku. Sesekali terhenti karena merasa lelah, nafasku pun terengah-engah dan bahkan membuatku sulit untuk bernafas.

Tepat ketika aku berdiri di atas tanah yang tingginya lebih tinggi dari puncak manapun. Tubuhku refleks menjatuhkan diri ke dalam jurang sana dan dengan terkejutnya aku terbangun. Lagi dan lagi terbangun dengan keadaan yang sama, dadaku begitu sesak, paru-paruku tak bisa bernafas dengan baik dan tubuhku basah karena keringat.

Dan saat itu terjadi aku hanya bisa menangis sendiri tanpa orang lain disampingku dan saat itu terjadi aku ingin memeluk seseorang.

Baca Juga : Maaf, untuk Pemaaf yang Tak Memaafkan Dirinya Sendiri 

Ketika malam-malam itu terjadi. Aku tak akan pernah bisa kembali dalam tidurku. Hanya menunggu sang fajar untuk datang yang diiringi nyanyian ayam tetanggaku.

Ketika suasana juga semakin dingin, pikiranku sudah merajalela keseluruh permukaan bumi dan bahkan ke alam lain. Kepalaku terus saja berpikir tentang dunia ini bekerja, ia tidak tahu apa?! kalau tubuh ini sudah merasa lelah.

Hingga pada puncaknya, berawal dari otak kemudian menjalar ke perasaan. Aku merasakan kesepian. Begitu muak dengan kecemasan. Dan tidak mempercayai siapapun.

Aku hanya bersembunyi di lubuk kebenaran yang aku agung-agungkan. Menjadi jiwa yang lelah kebingungan. Mencari tempat berteduh dengan riuhnya teriakan-teriakan tentang kebenaran yang saling menyalahkan.

Baca Juga : Jangan Baper! Ramah Bukan Berarti Suka

Sang fajar muncul dari persembunyiannya. Menandakan aku harus berhenti untuk menangis. Menandakan aku harus berhenti untuk berpikir hal-hal rumit ini.

Hanya matahari terbit yang mampu menghentikan pikiranku. Hanya matahari terbit pula yang mampu menghentikan tangisanku.

Insomnia, malam dan pikiranku. Mereka bisa saja membunuhku secara perlahan.

-Kara-

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Insomnia, Malam, dan Pikiranku"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel