Semoga Kita Kembali Dipersatukan
Kalau boleh jujur, apakah saya pantas untuk mendapatkanmu nanti?
Di penghujung hari, saat langit tengah memamerkan warna jingganya kepada semesta, seketika aku teringat tentangmu dan tentang kita.
Baca Juga : Setidaknya Kemarin Kita Pernah Bersama
Enam tahun yang lalu, saat aku dan kamu pertama kali memakai seragam putih biru, berkenalan karena keperluan dan ternyata berlanjut dengan persahabatan yang menyenangkan.
Kamu ingat tidak dulu kita pernah sedekat darah dan nadi, sebelum akhirnya sejauh bulan dan matahari. Kamu ingat tidak dulu kita sering berbagi keluh dan bahagia sampai akhirnya kita berpisah. Aku ingat, sangat ingat itu semua. Lucu yah dulu? Bermain tanpa melibatkan perasaan, mungkin karena dulu kita sama-sama belum cukup umur untuk mengerti apa itu cinta.
Tiga tahun silam, kita berpisah karena kelulusan, mengejar cita-cita demi masa depan yang gemilang. Kita masih sama, meski tidak lagi bertatap muka. Saling menjadi tempat peraduan meski melalui media sosial. Kamu tetap sama, sahabat yang paling menyenangkan. Tahu kapan harus diam dan tahu kapan harus bicara.
Hingga pada akhirnya, dua tahun silam, kamu menyatakan sesuatu yang tidak seharusnya kamu katakan. Kamu berkata bahwa kamu menyayangiku lebih dari seorang teman. Katamu, rasa ini sudah kamu pendam saat kita resmi berpisah, kamu menyadari setelah aku tiada. Wah, lucu bukan? Semacam cinta datang terlambat, eh? Responku tak sesuai harapan, aku mengalihkan pembicaraan, berkali-kali kamu menyatakan, berkali-kali itu pula aku hiraukan.
Bulan berganti dengan tahun, tak lagi aku dengar tentang rasamu yang tak pernah aku iyakan, aku pikir itu sudah hilang. Sekarang kita sama-sama di penghujung masa sekolah, kamu kembali menyatakannya, kali ini dengan nada yang sangat serius. Aku luluh, menanggapi perkataanmu, aku ajukan beberapa pertanyaan untuk menyakinkan bahwa kamu memang benar menyimpan rasa. Aku tidak bisa menahan, karena aku pun sebenarnya memiliki rasa yang sama, lalu aku katakan, kamu tersenyum lebar.
Setelah aku menyatakan, perhatianmu semakin berlebihan, aku biarkan saja, tidak dibalas, untuk apa? Toh tidak penting kan?
Kita kembali dipertemukan, acara buka bersama katanya, kamu datang, mengajakku untuk pergi bersama. Aku iyakan, walau sejujurnya aku merasa bersalah karena kembali duduk dalam satu motor dengan yang bukan mahram setelah sekian lama. Aku merasa penjagaanku berantakan. Pulangnya pun aku kau antar.
Baca Juga : Curhatnya Sama Gue Jadiannya Sama yang Lain
Entah karena Dia cemburu dan tidak mau aku jatuh semakin dalam, kamu menghubungiku setelah pertemuan itu, meminta maaf atas kejadian kemarin. Katamu, “Kalau boleh jujur, apakah saya pantas untuk mendapatkanmu nanti? Saya bukanlah pria baik-baik, pemahaman agama saya jauh di bawahmu. Maafkan saya. Kalau memang saya menyayangimu, seharusnya saya tidak mendekatimu kan? Seharusnya cukup saya menjagamu dalam doa yang saya panjatkan di sepertiga malam. Tidak seperti ini, malah merusak penjagaanmu, menghambat proses hijrahmu.
“Saya tidak ingin menjadi penghambat dalam perjuanganmu meraih ridho-Nya. Terserah kamu menganggap saya memberi harapan palsu karena meninggalkanmu, yang terpenting kamu bisa kembali kepada Rabbmu. Terus berjuang yah? Terus melangkah, jangan pernah berhenti untuk memperbaiki diri, doa saya menyertaimu. Dan doakan saya juga agar bisa segera hijrah, memperbaiki diri tapi bukan untuk dipersatukan denganmu, melainkan untuk mendapat ridho-Nya.”
Setelahnya, kamu benar-benar pergi. Sedih? Jangan tanyakan. Tapi sayang, haruku lebih besar daripada sedihku. Aku tidak peduli orang lain berkata apa tentangmu, aku tidak peduli seburuk apa penilaian orang lain tentangmu, karena bagiku, kamu adalah pria berhati baik.
Mampu mengalahkan nafsu meski tahu kamu sangat ingin bersamaku. Memilih pergi demi melihatku tetap terjaga. Memilih mengadukan rasa kepada Sang Pemilik Hati. Dan menjagaku melalui doa yang kamu panjatkan di setiap sholat, karena kamu tahu penjagaan-Nya adalah yang paling sempurna.
Baca Juga : Kamu Berhak Bahagia
Untuk itu, aku mengucapkan banyak terima kasih karena telah menang melawan ego dan nafsu. Jangan pedulikan perkataan orang lain, teruslah berbuat baik meski dicap tidak baik.
Semoga kita kembali dipersatukan. Jika tidak, aku ingin melihatmu dipersatukan dengan seorang wanita yang bisa membuatmu lebih baik dan tentunya lebih baik daripada aku.
Doaku menyertaimu.
Belum ada Komentar untuk "Semoga Kita Kembali Dipersatukan "
Posting Komentar