Puisi: Sang Pemberi Asa
Sang Pemberi Asa
Aku memejamkan mata sedalam-dalamnya sambil mengingat pesan lama
Tak pantas terlelap dalam gemerlap dunia yang mengguncangkan nyawa
Hempaskan saja semua raga kepada Sang Pemberi Mimpi
Toh semua senang bermimpi, indah bukan?
Kepalaku menengok keluar jendela dan membalas sapaan angin sore
Seolah mereka berkata peluklah kami jika kau bisa merasakannya
Tapi ragaku tak dapat berdiri kukuh laksana tiang bendera di sekolah
Batinku menjerit teramat dalam sampai berdamai saja tak bisa
Baca Juga : Kamu Tidak Perlu Terbawa Perasaan
Cemoohan dan senda gurau menari di udara bersayapkan setan bahagia
Hinanya kami di bawah belenggu setan yang mulai merasuki
Tertawa tak elok menampakkan rasa bahagia
Melainkan sakit abadi yang menanti
Kucoba menerpa segala ilusi yang semakin menjadi nyata
Gelapnya ruangan membuat aku berjongkok dan terpojok
Semakin terseret dalam keramaian dunia mimpi
Bahkan tak dapat dilihat secara kasat mata
Belaian tak mempan memuaskan hati yang haus akan kasih dan sayang
Para insan berburu kebahagiaan dengan cara yang beragam
Bisikan bahkan sindiran seakan menjadi benda mati
Kini yang hidup seakan mati dan tak kunjung kembali
Senyuman manis pun bisa beragam arti jika kau paham
Bahkan kesedihan bisa menjadi pohon uang
Rasanya tubuhku akan memudar
Seperti kematian yang mereka inginkan
Bau busuk sudah biasa dan tak akan dianggap busuk
Mereka berbisa dan bercakap dengan mulut berbusa
Andai lidah bermoncong dan tajam seperti cenangkas
Maka pembunuhan dengan tangan gergaji pun merajalela
Usai sudah lembaran demi lembaran yang dirancang sedemikian rupa
Ternyata belum dan tak sesederhana itu
Aku yang dimabuk cinta rupanya
Cinta tak melulu perihal wanita atau pria
Cinta pada kehidupan dunia nyata akan menghilang dalam sekejap
Itu tak lain hanyalah kebahagiaan dengan dusta belaka
Baca Juga : Ternyata Selama Ini Kita Buta
Kejujuran haruslah dibudayakan, tak mudah bukan?
Terutama pada diri sendiri
Cahaya ini tidak menyilaukan manik yang binarnya melampaui permata
Tapi masuk jauh ke dalam lubuk hati yang membangkitkan diri
Dunia memang penuh dengan mulut kotor
Sebab Dia menciptakan setan
Tak usah risau dalam menjalaninya
Cukup bangkitkan sebuah asa
Sebab pundak menopang para insan
Jangan jatuh agar mereka tak jatuh
Sebab sakit itu pasti dirasa
Tak ingin menyakiti siapapun lagi kan?
Jatuh memang tidak selamanya sakit
Nikmat-Nya pun bisa kita rasakan
Tak peduli sesuram apapun bumi yang dipijak
Aku akan bangkit meski jatuh dari awan
Kelak buah hati lahir dan merasakan kefanaan yang dianggap abadi
Harus ada yang memberikan contoh sebagai teladan
Tak perlu dianggap dan dijunjung tinggi
Cukup bahagia dengan sederhana sebab jalan hidup
Baca Juga : Mengecilnya Ruang Pertemanan
Penuh liku adalah hal biasa
Tangis dan tawa sudah biasa
Menang dan kalah terlalu biasa
Memang semuanya sudah dibiasakan berpasangan
Tidak pernah berubah dan tidak bisa diubah
Maka bangkitkanlah sebuah asa teruntuk para insan yang putus asa
Sebab semuanya telah tertulis
Oleh-Nya di dalam sebuah kitab
Letaknya jauh di atas sana
(gambar: www.ayeey.com) |
Aku memejamkan mata sedalam-dalamnya sambil mengingat pesan lama
Tak pantas terlelap dalam gemerlap dunia yang mengguncangkan nyawa
Hempaskan saja semua raga kepada Sang Pemberi Mimpi
Toh semua senang bermimpi, indah bukan?
Kepalaku menengok keluar jendela dan membalas sapaan angin sore
Seolah mereka berkata peluklah kami jika kau bisa merasakannya
Tapi ragaku tak dapat berdiri kukuh laksana tiang bendera di sekolah
Batinku menjerit teramat dalam sampai berdamai saja tak bisa
Baca Juga : Kamu Tidak Perlu Terbawa Perasaan
Cemoohan dan senda gurau menari di udara bersayapkan setan bahagia
Hinanya kami di bawah belenggu setan yang mulai merasuki
Tertawa tak elok menampakkan rasa bahagia
Melainkan sakit abadi yang menanti
Kucoba menerpa segala ilusi yang semakin menjadi nyata
Gelapnya ruangan membuat aku berjongkok dan terpojok
Semakin terseret dalam keramaian dunia mimpi
Bahkan tak dapat dilihat secara kasat mata
Belaian tak mempan memuaskan hati yang haus akan kasih dan sayang
Para insan berburu kebahagiaan dengan cara yang beragam
Bisikan bahkan sindiran seakan menjadi benda mati
Kini yang hidup seakan mati dan tak kunjung kembali
Senyuman manis pun bisa beragam arti jika kau paham
Bahkan kesedihan bisa menjadi pohon uang
Rasanya tubuhku akan memudar
Seperti kematian yang mereka inginkan
Bau busuk sudah biasa dan tak akan dianggap busuk
Mereka berbisa dan bercakap dengan mulut berbusa
Andai lidah bermoncong dan tajam seperti cenangkas
Maka pembunuhan dengan tangan gergaji pun merajalela
Usai sudah lembaran demi lembaran yang dirancang sedemikian rupa
Ternyata belum dan tak sesederhana itu
Aku yang dimabuk cinta rupanya
Cinta tak melulu perihal wanita atau pria
Cinta pada kehidupan dunia nyata akan menghilang dalam sekejap
Itu tak lain hanyalah kebahagiaan dengan dusta belaka
Baca Juga : Ternyata Selama Ini Kita Buta
Kejujuran haruslah dibudayakan, tak mudah bukan?
Terutama pada diri sendiri
Cahaya ini tidak menyilaukan manik yang binarnya melampaui permata
Tapi masuk jauh ke dalam lubuk hati yang membangkitkan diri
Dunia memang penuh dengan mulut kotor
Sebab Dia menciptakan setan
Tak usah risau dalam menjalaninya
Cukup bangkitkan sebuah asa
Sebab pundak menopang para insan
Jangan jatuh agar mereka tak jatuh
Sebab sakit itu pasti dirasa
Tak ingin menyakiti siapapun lagi kan?
Jatuh memang tidak selamanya sakit
Nikmat-Nya pun bisa kita rasakan
Tak peduli sesuram apapun bumi yang dipijak
Aku akan bangkit meski jatuh dari awan
Kelak buah hati lahir dan merasakan kefanaan yang dianggap abadi
Harus ada yang memberikan contoh sebagai teladan
Tak perlu dianggap dan dijunjung tinggi
Cukup bahagia dengan sederhana sebab jalan hidup
Baca Juga : Mengecilnya Ruang Pertemanan
Penuh liku adalah hal biasa
Tangis dan tawa sudah biasa
Menang dan kalah terlalu biasa
Memang semuanya sudah dibiasakan berpasangan
Tidak pernah berubah dan tidak bisa diubah
Maka bangkitkanlah sebuah asa teruntuk para insan yang putus asa
Sebab semuanya telah tertulis
Oleh-Nya di dalam sebuah kitab
Letaknya jauh di atas sana
-Le
Belum ada Komentar untuk "Puisi: Sang Pemberi Asa"
Posting Komentar